apricothyuck

#Taruhan.

Sepulang mengantar Aruna ke rumah, Sahur tiba-tiba dicegat oleh segerombol lelaki bermotor. Sahur berdecak kesal. Dia ogah jika harus berurusan dengan Raka dan teman-teman nya.

Raka turun dari motor menghampiri Sahur yang bersiap untuk angkat kaki dari tempat tersebut.

“Eitsss, mau kemana lu, homo?” Raka dengan segenap tenaga menahan bagian depan motor aerox milik Sahur.

“Bukan urusan lo, brengsek. Minggir!” sahut Sahur.

“Gua liat-liat, makin deket aja lu sama mantan gua” Raka menarik paksa kunci motor yang tak sempat Sahur selamatkan. Raka menyimpan kunci motor tersebut di saku celana jeans nya.

“Turun” bengis Raka.

Raka memandangi Sahur dengan tatapan berapi-api.

“Lu harus ikut balapan satu lawan satu sama gua. Tunjukin kalo lu beneran laki-laki”

“Nggak. Gue harus pulang. Gue sibuk” tukas Sahur, menambah kemurkaan Raka.

“Lu yakin nggak mau ikut tantangan dari gua? Kalo lu menang, silahkan ambil Aruna. Disamping itu, gua nggak akan mengusik lu lagi. Gimana? Ini tawaran yang menguntungkan buat lu. Be smart

Sahur menatap Raka tajam. “Aruna bukan barang taruhan”

Okay then, gua bakal sebar info tentang pacar homo lu. Anak arsi kampus sebelah right?. Gua juga gak akan semudah itu biarin lu bernafas dengan tenang di kampus nantinya” Raka melontarkan smirk menakutkan.

Sahur berpikir keras, dirinya terdiam dan mata nya menerawang. Berkali-kali Ia menelan ludah. Jelas Sahur menimbang-nimbang resiko dari balapan ini. Akan tetapi, disisi lain jika tidak dituntaskan sekarang, mau sampai kapan Sahur hidup dalam bayang-bayang Raka terus menerus. Ia sudah lelah dengan semua perlakuan buruk yang didapatkan.

“Oke. Kita balapan. Tapi lu harus tepatin semua kata-kata lu” ujar Sahur penuh penekanan.

Fine. Kalau gua menang, lu harus turutin semua kemauan gua” tegas Raka.

“Apa? Kemauan lu apa?”

“Nanti. Lu bakal tau sendiri. Penentuan ada di menang atau kalah nya kita berdua”


Ntah kemana Sahur dibawa oleh rombongan bermotor ini. Hari menunjukkan pukul 22.39, harusnya kini Sahur sedang bersantai dengan Mahen di rumah.

Jarak demi jarak ditempuh, akhirnya mereka semua sampai di jalanan kosong tak beraspal, belakang stasiun kereta api. Tempat kelam pekat tak ada penerangan, penuh semak, pohon besar dimana-mana, ditambah track yang cukup berlumpur dan becek, bisa dikatakan tempat ini jauh dari pemukiman. Tak lupa juga jauh dari kata layak untuk dijadikan arena balapan, melihat dari sisi medan yang lumayan terjal.

Sahur mengerutkan kening. “Dimana sirkuit nya?”

“Kita balapan disini” jawab Raka pendek. “Tuker motor lu sama motor temen gua”

“Lah? Ga ada di perjanjian tukar-tukar motor gini. Lagian motor gue bisa kok dibawa race

“Gak sepadan sama motor gua. Aerox lu matic, motor gua CBR”

Raka menginterupsi teman nya cepat. “Tukar!”

Terlambat. Sahur sudah masuk dalam tipuan Raka, dan tidak bisa mundur, semua sudah terlanjur. Nasi sudah menjadi bubur.

“Tapi─ ” Sahur cepat-cepat menelan kembali kata-kata nya. Mau tak mau, suka tidak suka, Ia harus meladeni tantangan ini.

Saking kelam nya lingkungan sekitar, pencahayaan hanya didapat dari cahaya lampu sorot motor masing-masing mereka dan juga flash ponsel.

Sahur menggigit bibir nya. Ia harus menang. Harus.

Balapan pun dimulai. Salah seorang teman Raka menyalakan flash ponsel sebagai penanda mulai nya pertandingan.

“READY?” teriak lelaki tersebut seraya menatap Raka dan Sahur secara bergantian.

Sahur menatap Raka, lalu membuka helm fullface-nya. “Garis finish nya dimana??? Ini tempat nggak ada pencahayaan sama sekali. Track nya gak kebaca di gua!”

“Lu tinggal ikutin jalur nya! Gausah banyak bacot, anjing! Jadi balapan atau nggak?!” ujar Raka naik pitam.

Sahur kembali fokus ke jalanan yang lengang, gelap nan pekat didepan nya. Jantung nya berdegup kencang. Sungguh, Ia menyesal mengiyakan taruhan Raka.

Raka melontarkan pandangan pada teman nya sebagai kode mulai nya pertandingan.

“ONE.....”

Sahur meremat kuat tuas gas motor.

“TWO....”

Raka bersama segenap rencana busuk nya tersenyum senang, seolah tau bahwa kemenangan berpihak padanya.

“THREE....”

Teman Raka spontan mengangkat flash ponsel ke arah langit malam.

“GO!!!”

Raka dan Sahur melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Kabut yang ditimbulkan dari gesekan tanah dan ban tak dapat dipungkiri, alhasil pandangan masing-masing dari mereka berdua buram.

Sementara itu ditengah-tengah langit bergemuruh serta merta melahirkan guntur berlarut-larut, Sahur mempimpin dengan kecepatan tinggi meninggalkan Raka dibelakang. Demikian Raka dan rencana busuk yang telah Ia siapkan tersenyum jahat.

Sontak saat hendak melewati tikungan tajam, ban motor milik Sahur berdecit nyaring dan meledak pecah seiring melambat nya laju motor. Sahur pun bermanuver menepi ke sisi semak untuk menghindari kubangan berdiameter cukup besar dan terlihat dalam didepan sana.

Di kesempatan ini lah Raka menyalip Sahur, setelahnya sengaja menendang keras motor Sahur. Tendangan keras itu sukses merobohkan pertahanan Sahur hingga terjatuh ke semak-semak belukar.

Sahur panik bukan main. Ia tidak dapat melihat apa-apa. Pandangan sekitar kelam legam. Motor CBR milik teman Raka mati total. Samar-samar Sahur menatap cahaya yang berasal dari lampu motor Raka. Raka telah melaju sampai ke garis final.

“Curang! Ni motor atau lintasan nya sengaja di sabotase!” monolog Sahur geram.

Sahur berjalan setengah pincang menuju garis finish, terdapat cidera di kaki nya, sembari mendorong motor. Jelas Ia kalah dari Raka.

Sampainya di garis finish, Sahur melempar kasar helm fullface ke arah Raka.

“LO CURANG, NGENTOT!! MAKSUD LU APA TENDANG MOTOR GUE TADI?????” teriak Sahur tepat di hadapan wajah Raka.

“Loh? Ada buktinya gua main curang? Ada saksi? Lu jangan fitnah. Kalah mah terima aja”

“HALAH GAUSAH PLAYING VICTIM! BUKTINYA GUA JATOH! KAKI GUA LUKA! BAN MOTOR NYA JUGA PASTI UDAH DI SABOTASE ATAU LINTASAN NYA DITANAMI PAKU” cecar Sahur lagi.

Salah seorang teman Raka maju dan mendorong Sahur menjauh dari hadapan Raka. “Congor lu santai! Ngga usah ngegas! Kalah mah kalah aja! Dasar homo!”

Sahur melempar keras kunci motor tadi ke arah Raka. “BULLSHIT! LU CURANG RAKA! THIS IS UNFAIR!” Dadanya naik turun saking emosinya.

Kini Sahur dikelilingi oleh teman-teman Raka, termasuk dirinya. “Ini berarti, lu kalah dong ya? Lu harus turutin perintah gua”

BIG NO! Jangan harap gua turutin kemauan lu. Lu curang!” teriak Sahur dongkol.

Ekspresi Raka berubah. Tatapan nya mengintimidasi Sahur. “Lu laki kan? Omongan lu bisa dipegang, nggak? Jelas-jelas fakta nya lu kalah dalam balapan ini”

“Sekarang, sebagai hukuman. *You gave a blow job to him. Didepan gua, sekarang!” dengan santai Raka menunjuk salah seorang teman nya.

Nggak. Sahur tidak serendah dan sebodoh itu untuk dengan mudah nya menuruti titah Raka barusan.

Sahur mengambil langkah mundur perlahan ke arah motor nya. “Gimana kalau gua nggak mau, anjing?” tantang Sahur.

Raka menggeram rendah. “Sialan. Berani nya lu berkilah atas perintah gua!”

Perlahan tapi pasti, Sahur berjalan mundur mencoba menggapai motor nya untuk kabur. Sial nya Sahur, Ia tersandung batu besar hingga jatuh terduduk ditanah.

Teman Raka paham, gerak-gerik Sahur lalu berkomentar. “Lu mau kabur, hah? Rak, dia mau kabur!!!”

Sigap jemari Sahur menggapai segenggam besar pasir, melempar nya ke arah Raka dan teman-teman nya tepat mengenai mata. Sahur menggunakan peluang dengan baik, tepat pada perkiraan. Kemudian Sahur tancap gas meninggalkan segerombol lelaki sinting tersebut. Tentu saja Sahur tak akan bermurah hati menyerahkan seluruh harga diri nya.

“ARGHHHH!!! SHIT! KEJAR!” teriak Raka lantang. Kala dirinya sibuk berkutat dengan mata perih akibat pasir lemparan Sahur.

Was-was namun percaya diri, Sahur menerka-nerka jalanan asing yang semakin ditelusuri semakin tinggi semaknya. Ntah lah dimana ujung dari jalan bertanah ini, Sahur harus segera sampai di jalan raya sebelum gerombolan lelaki tidak waras itu menangkap nya.

Tikungan demi tikungan Sahur lewati, jantung nya berdetak keras, wajah nya pucat pasi, keringat mengucur deras, cidera pada kaki nya semakin parah. Di satu sisi, Sahur sebenarnya tidak takut dengan Raka. Mungkin jika satu lawan satu Sahur bisa menyanggupi Raka, namun kali ini berbeda, Raka dengan rombongan nya dan Sahur menghadapi itu semua sendirian. Kalah telak di jumlah. Ketimbang bunuh diri dengan melawan mereka, lebih baik Ia kabur menyelamatkan diri untuk sekarang. Itu yang terpenting.

Bukan nya jalan raya yang Sahur dapati, jalanan bertanah ini malah membawa dirinya pada gerbang belakang stasiun kereta api. Mungkin kah Sahur salah jalan sehingga ujung dari jalanan kelam tersebut adalah gerbang belakang stasiun kereta api?

Sahur meninjau keberadaan rombongan Raka ke belakang yang bergerak semakin mendekat. “*Fuck!!! Gue harus apa???”

Rombongan Raka meneriakkan nama Sahur berkali-kali, akan tetapi Sahur tak menghiraukan nya. Ia memarkirkan motor didekat gerbang belakang stasiun kereta api, lantas memberanikan diri untuk masuk kedalam lorong gelap dihadapan nya.

Sahur sengaja tak menggunakan flash ponsel, baterai nya sekarat akibat di mainkan Aruna seharian. Satu-satu nya cara adalah meminta pertolongan pada........

Keenan. Untuk saat ini.

#Taruhan.

Sepulang mengantar Aruna ke rumah, Sahur tiba-tiba dicegat oleh segerombol lelaki bermotor. Sahur berdecak kesal. Dia ogah jika harus berurusan dengan Raka dan teman-teman nya.

Raka turun dari motor menghampiri Sahur yang bersiap untuk angkat kaki dari tempat tersebut.

“Eitsss, mau kemana lu, homo?” Raka dengan segenap tenaga menahan bagian depan motor aerox milik Sahur.

“Bukan urusan lo, brengsek. Minggir!” sahut Sahur.

“Gua liat-liat, makin deket aja lu sama mantan gua” Raka menarik paksa kunci motor yang tak sempat Sahur selamatkan. Raka menyimpan kunci motor tersebut di saku celana jeans nya.

“Turun” bengis Raka.

Raka memandangi Sahur dengan tatapan berapi-api.

“Lu harus ikut balapan satu lawan satu sama gua. Tunjukin kalo lu beneran laki-laki”

“Nggak. Gue harus pulang. Gue sibuk” tukas Sahur, menambah kemurkaan Raka.

“Lu yakin nggak mau ikut tantangan dari gua? Kalo lu menang, silahkan ambil Aruna. Disamping itu, gua nggak akan mengusik lu lagi. Gimana? Ini tawaran yang menguntungkan buat lu. Be smart

Sahur menatap Raka tajam. “Aruna bukan barang taruhan”

Okay then, gua bakal sebar info tentang pacar homo lu. Anak arsi kampus sebelah right?. Gua juga gak akan semudah itu biarin lu bernafas dengan tenang di kampus nantinya” Raka melontarkan smirk menakutkan.

Sahur berpikir keras, dirinya terdiam dan mata nya menerawang. Berkali-kali Ia menelan ludah. Jelas Sahur menimbang-nimbang resiko dari balapan ini. Akan tetapi, disisi lain jika tidak dituntaskan sekarang, mau sampai kapan Sahur hidup dalam bayang-bayang Raka terus menerus. Ia sudah lelah dengan semua perlakuan buruk yang didapatkan.

“Oke. Kita balapan. Tapi lu harus tepatin semua kata-kata lu” ujar Sahur penuh penekanan.

Fine. Kalau gua menang, lu harus turutin semua kemauan gua” tegas Raka.

“Apa? Kemauan lu apa?”

“Nanti. Lu bakal tau sendiri. Penentuan ada di menang atau kalah nya kita berdua”


Ntah kemana Sahur dibawa oleh rombongan bermotor ini. Hari menunjukkan pukul 22.39, harusnya kini Sahur sedang bersantai dengan Mahen di rumah.

Jarak demi jarak ditempuh, akhirnya mereka semua sampai di jalanan kosong tak beraspal, belakang stasiun kereta api. Tempat kelam pekat tak ada penerangan, penuh semak, pohon besar dimana-mana, ditambah track yang cukup berlumpur dan becek, bisa dikatakan tempat ini jauh dari pemukiman. Tak lupa juga jauh dari kata layak untuk dijadikan arena balapan, melihat dari sisi medan yang lumayan terjal.

Sahur mengerutkan kening. “Dimana sirkuit nya?”

“Kita balapan disini” jawab Raka pendek. “Tuker motor lu sama motor temen gua”

“Lah? Ga ada di perjanjian tukar-tukar motor gini. Lagian motor gue bisa kok dibawa race

“Gak sepadan sama motor gua. Aerox lu matic, motor gua CBR”

Raka menginterupsi teman nya cepat. “Tukar!”

Terlambat. Sahur sudah masuk dalam tipuan Raka, dan tidak bisa mundur, semua sudah terlanjur. Nasi sudah menjadi bubur.

“Tapi─ ” Sahur cepat-cepat menelan kembali kata-kata nya. Mau tak mau, suka tidak suka, Ia harus meladeni tantangan ini.

Saking kelam nya lingkungan sekitar, pencahayaan hanya didapat dari cahaya lampu sorot motor masing-masing mereka dan juga flash ponsel.

Sahur menggigit bibir nya. Ia harus menang. Harus.

Balapan pun dimulai. Salah seorang teman Raka menyalakan flash ponsel sebagai penanda mulai nya pertandingan.

“READY?” teriak lelaki tersebut seraya menatap Raka dan Sahur secara bergantian.

Sahur menatap Raka, lalu membuka helm fullface-nya. “Garis finish nya dimana??? Ini tempat nggak ada pencahayaan sama sekali. Track nya gak kebaca di gua!”

“Lu tinggal ikutin jalur nya! Gausah banyak bacot, anjing! Jadi balapan atau nggak?!” ujar Raka naik pitam.

Sahur kembali fokus ke jalanan yang lengang, gelap nan pekat didepan nya. Jantung nya berdegup kencang. Sungguh, Ia menyesal mengiyakan taruhan Raka.

Raka melontarkan pandangan pada teman nya sebagai kode mulai nya pertandingan.

“ONE.....”

Sahur meremat kuat tuas gas motor.

“TWO....”

Raka bersama segenap rencana busuk nya tersenyum senang, seolah tau bahwa kemenangan berpihak padanya.

“THREE....”

Teman Raka spontan mengangkat flash ponsel ke arah langit malam.

“GO!!!”

Raka dan Sahur melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Kabut yang ditimbulkan dari gesekan tanah dan ban tak dapat dipungkiri, alhasil pandangan masing-masing dari mereka berdua buram.

Sementara itu ditengah-tengah langit bergemuruh serta merta melahirkan guntur berlarut-larut, Sahur mempimpin dengan kecepatan tinggi meninggalkan Raka dibelakang. Demikian Raka dan rencana busuk yang telah Ia siapkan tersenyum jahat.

Sontak saat hendak melewati tikungan tajam, ban motor milik Sahur berdecit nyaring dan meledak pecah seiring melambat nya laju motor. Sahur pun bermanuver menepi ke sisi semak untuk menghindari kubangan berdiameter cukup besar dan terlihat dalam didepan sana.

Di kesempatan ini lah Raka menyalip Sahur, setelahnya sengaja menendang keras motor Sahur. Tendangan keras itu sukses merobohkan pertahanan Sahur hingga terjatuh ke semak-semak belukar.

Sahur panik bukan main. Ia tidak dapat melihat apa-apa. Pandangan sekitar kelam legam. Motor CBR milik teman Raka mati total. Samar-samar Sahur menatap cahaya yang berasal dari lampu motor Raka. Raka telah melaju sampai ke garis final.

“Curang! Ni motor atau lintasan nya sengaja di sabotase!” monolog Sahur geram.

Sahur berjalan setengah pincang menuju garis finish, terdapat cidera di kaki nya, sembari mendorong motor. Jelas Ia kalah dari Raka.

Sampainya di garis finish, Sahur melempar kasar helm fullface ke arah Raka.

“LO CURANG, NGENTOT!! MAKSUD LU APA TENDANG MOTOR GUE TADI?????” teriak Sahur tepat di hadapan wajah Raka.

“Loh? Ada buktinya gua main curang? Ada saksi? Lu jangan fitnah. Kalah mah terima aja”

“HALAH GAUSAH PLAYING VICTIM! BUKTINYA GUA JATOH! KAKI GUA LUKA! BAN MOTOR NYA JUGA PASTI UDAH DI SABOTASE ATAU LINTASAN NYA DITANAMI PAKU” cecar Sahur lagi.

Salah seorang teman Raka maju dan mendorong Sahur menjauh dari hadapan Raka. “Congor lu santai! Ngga usah ngegas! Kalah mah kalah aja! Dasar homo!”

Sahur melempar keras kunci motor tadi ke arah Raka. “BULLSHIT! LU CURANG RAKA! THIS IS UNFAIR!” Dadanya naik turun saking emosinya.

Kini Sahur dikelilingi oleh teman-teman Raka, termasuk dirinya. “Ini berarti, lu kalah dong ya? Lu harus turutin perintah gua”

BIG NO! Jangan harap gua turutin kemauan lu. Lu curang!” teriak Sahur dongkol.

Ekspresi Raka berubah. Tatapan nya mengintimidasi Sahur. “Lu laki kan? Omongan lu bisa dipegang, nggak? Jelas-jelas fakta nya lu kalah dalam balapan ini”

“Sekarang, sebagai hukuman. *You gave a blow job to him. Didepan gua, sekarang!” dengan santai Raka menunjuk salah seorang teman nya.

Nggak. Sahur tidak serendah dan sebodoh itu untuk dengan mudah nya menuruti titah Raka barusan.

Sahur mengambil langkah mundur perlahan ke arah motor nya. “Gimana kalau gua nggak mau, anjing?” tantang Sahur.

Raka menggeram rendah. “Sialan. Berani nya lu berkilah atas perintah gua!”

Perlahan tapi pasti, Sahur berjalan mundur mencoba menggapai motor nya untuk kabur. Sial nya Sahur, Ia tersandung batu besar hingga jatuh terduduk ditanah.

Teman Raka paham, gerak-gerik Sahur lalu berkomentar. “Lu mau kabur, hah? Rak, dia mau kabur!!!”

Sigap jemari Sahur menggapai segenggam besar pasir, melempar nya ke arah Raka dan teman-teman nya tepat mengenai mata. Sahur menggunakan peluang dengan baik, tepat pada perkiraan. Kemudian Sahur tancap gas meninggalkan segerombol lelaki sinting tersebut. Tentu saja Sahur tak akan bermurah hati menyerahkan seluruh harga diri nya.

“ARGHHHH!!! SHIT! KEJAR!” teriak Raka lantang. Kala dirinya sibuk berkutat dengan mata perih akibat pasir lemparan Sahur.

Was-was namun percaya diri, Sahur menerka-nerka jalanan asing yang semakin ditelusuri semakin tinggi semaknya. Ntah lah dimana ujung dari jalan bertanah ini, Sahur harus segera sampai di jalan raya sebelum gerombolan lelaki tidak waras itu menangkap nya.

Tikungan demi tikungan Sahur lewati, jantung nya berdetak keras, wajah nya pucat pasi. Di satu sisi, Sahur sebenarnya tidak takut dengan Raka. Mungkin jika satu lawan satu Sahur bisa menyanggupi Raka, namun kali ini berbeda, Raka dengan rombongan nya dan Sahur menghadapi itu semua sendirian. Kalah telak di jumlah. Ketimbang bunuh diri dengan melawan mereka, lebih baik Ia kabur menyelamatkan diri untuk sekarang. Itu yang terpenting.

Bukan nya jalan raya yang Sahur dapati, jalanan bertanah ini malah membawa dirinya pada gerbang belakang stasiun kereta api. Mungkin kah Sahur salah jalan sehingga ujung dari jalanan kelam tersebut adalah gerbang belakang stasiun kereta api?

Sahur meninjau keberadaan rombongan Raka ke belakang yang bergerak semakin mendekat. “*Fuck!!! Gue harus apa???”

Rombongan Raka meneriakkan nama Sahur berkali-kali, akan tetapi Sahur tak menghiraukan nya. Ia memarkirkan motor didekat gerbang belakang stasiun kereta api, lantas memberanikan diri untuk masuk kedalam lorong gelap dihadapan nya.

Sahur sengaja tak menggunakan flash ponsel, baterai nya sekarat akibat di mainkan Aruna seharian. Satu-satu nya cara adalah meminta pertolongan pada Keenan untuk saat ini.

#Taruhan.

Sepulang mengantar Aruna ke rumah, Sahur tiba-tiba dicegat oleh segerombol lelaki bermotor. Sahur berdecak kesal. Dia ogah jika harus berurusan dengan Raka dan teman-teman nya.

Raka turun dari motor menghampiri Sahur yang bersiap untuk kabur.

“Eitsss, mau kemana lu, homo?” Raka dengan segenap tenaga menahan bagian depan motor aerox milik Sahur.

“Bukan urusan lo, brengsek. Minggir!” sahut Sahur.

“Gua liat-liat, makin deket aja lu sama mantan gua” Raka menarik paksa kunci motor yang tak sempat Sahur selamatkan duluan. Raka menyimpan kunci motor tersebut di saku celana jeans nya.

“Turun” bengis Raka.

Raka menatap Sahur dengan penuh kebencian, namun tetap bersikap santai.

“Lu harus ikut balapan satu lawan satu sama gua. Tunjukin kalo lu beneran laki-laki”

“Nggak. Gue harus pulang. Gue sibuk” ucap Sahur pendek. Menambah kemurkaan Raka.

“Lu yakin nggak mau ikut tantangan dari gua? Kalo lu menang, silahkan ambil Aruna. Disamping itu, gua nggak akan mengusik lu lagi. Gimana? Ini tawaran yang menguntungkan buat lu. Be smart

Sahur menatap Raka tajam. “Aruna bukan barang taruhan”

Okay then, gua bakal sebar info tentang pacar homo lu. Anak arsi kampus sebelah right?. Gua juga gak akan semudah itu biarin lu bernafas dengan tenang di kampus” Raka melontarkan smirk menakutkan.

Sahur berpikir keras. Berkali-kali Ia menelan ludah. Jelas dia menimbang-nimbang resiko dari balapan ini. Akan tetapi, disisi lain jika tidak dituntaskan sekarang, mau sampai kapan Sahur hidup dalam bayang-bayang Raka terus menerus. Ia sudah lelah dengan semua perlakuan buruk yang didapatkan.

“Oke. Kita balapan. Tapi lu harus tepatin semua kata-kata lu” ujar Sahur penuh penekanan.

Fine. Tapi kalau gua menang, lu harus turutin semua kemauan gua” tegas Raka.

“Apa? Kemauan lu apa?”

“Nanti. Lu bakal tau sendiri. Penentuan ada di menang atau kalah nya kita berdua”


Ntah kemana Sahur dibawa oleh rombongan bermotor ini. Hari menunjukkan pukul 22.39, harusnya kini Sahur sedang bersantai dengan Mahen di rumah.

Jarak demi jarak ditempuh, sampai pada akhirnya mereka semua sampai di jalanan kosong tak beraspal, belakang stasiun kereta api. Tempat nya gelap tak ada penerangan sama sekali, penuh semak, ditambah track yang cukup berlumpur dan becek, bisa dikatakan tempat ini jauh dari pemukiman.

“Dimana sirkuit nya?”

“Kita balapan disini” jawab Raka pendek. “Tuker motor lu sama motor temen gua”

“Lah? Ga ada di perjanjian tukar-tukar motor gini. Lagian motor gue bisa kok dibawa race

“Gak sepadan sama motor gua. Aerox lu matic, motor gua CBR” Raka menginterupsi teman nya. “Tukar!”

Terlambat. Sahur sudah masuk dalam permainan Raka, dan tidak bisa mundur, semua sudah terlanjur.

“Tapi─ ” Sahur cepat-cepat menelan kembali kata-kata nya. Nasi sudah menjadi bubur. Mau tak mau, suka tidak suka, Ia harus meladeni tantangan ini.

Saking gelap nya lingkungan sekitar, pencahayaan hanya didapat dari cahaya lampu sorot motor masing-masing dari mereka dan juga flash ponsel.

Sahur menggigit bibir nya. Ia harus menang. Harus.

Balapan pun dimulai. Salah seorang teman Raka menyalakan flash ponsel sebagai penanda mulai nya pertandingan.

“READY?” teriak lelaki tersebut seraya menatap Raka dan Sahur secara bergantian.

Sahur menatap Raka, lalu membuka helm fullface-nya. “Garis finish nya dimana? Ini tempat nggak ada pencahayaan sama sekali. Track nya gak kebaca di gua!”

“Lu tinggal ikutin jalur nya! Gausah banyak bacot anjing! Jadi balapan atau nggak?!” ujar Raka naik pitam.

Sahur kembali fokus ke jalanan lengang nan gelap itu. Jantung nya berdegup kencang. Sungguh, kini Ia merasa menyesal mengiyakan taruhan Raka.

Raka melontarkan pandangan pada teman nya sebagai kode mulai nya pertandingan.

“ONE.....”

Sahur meremat kuat tuas gas motor.

“TWO....”

Raka dengan segenap rencana busuk nya tersenyum senang seolah tau bahwa kemenangan ada dipihak nya.

“THREE....”

Teman Raka spontan mengangkat flash ponsel ke arah langit malam yang pekat.

“GO!!!”

Raka dan Sahur melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Kabut yang ditimbulkan dari gesekan tanah dan ban tak dapat dipungkiri, membuat pandangan masing-masing dari mereka buram.

Sementara itu Sahur mempimpin dengan kecepatan tinggi meninggalkan Raka dibelakang nya. Lantas Raka dengan segala rencana busuk yang telah Ia siapkan tersenyum jahat.

Tiba-tiba saat hendak melewati tikungan, ban motor milik Sahur berdecit nyaring dan meledak pecah seiring melambat nya laju motor. Sahur pun bermanuver menepi ke sisi semak untuk menghindari kubangan didepan sana.

Di kesempatan ini lah Raka menyalip Sahur dan sengaja menendang keras motor Sahur. Tendangan keras itu sukses merobohkan motor CBR itu hingga terjatuh ke semak-semak belukar.

Sahur panik bukan main. Ia tidak dapat melihat apa-apa. Gelap gulita. Motor CBR milik teman Raka mati total. Samar-samar Sahur melihat ke arah cahaya yang berasal dari lampu motor Raka melaju sampai ke garis yang sudah ditentukan.

“Curang! Pasti motor atau lintasan nya sengaja di sabotase!” monolog Sahur.

Sahur berjalan setengah pincang menuju garis finish, terdapat cidera di kaki nya, sembari mendorong motor. Jelas Ia kalah dari Raka.

Sampainya di garis finish, Sahur melempar kasar helm fullface ke arah salah seorang teman Raka.

“LO CURANG, NGENTOT!! MAKSUD LU APA TENDANG MOTOR GUE TADI?????” teriak Sahur tepat di hadapan wajah Raka.

“Loh? Ada buktinya gua main curang? Ada saksi? Lu jangan fitnah. Kalah mah terima aja”

“HALAH GAUSAH PLAYING VICTIM! BUKTINYA GUA JATOH! KAKI GUA LUKA!” cecar Sahur lagi.

Salah seorang teman Raka maju dan mendorong Sahur menjauh dari hadapan Raka. “Bacot lu santai! Ngga usah ngegas! Kalah mah kalah aja!”

Sahur melempar keras kunci motor tadi ke arah Raka. “BRENGSEK! LU BRENGSEK!”

Kini Sahur dikelilingi oleh teman-teman Raka, termasuk dirinya. “Ini artinya lu kalah dong ya? Lu harus turutin perintah gua”

#Taruhan.

Sepulang mengantar Aruna ke rumah, Sahur tiba-tiba dicegat oleh segerombol lelaki bermotor. Sahur berdecak kesal. Dia ogah jika harus berurusan dengan Raka dan teman-teman nya.

Raka turun dari motor menghampiri Sahur yang bersiap untuk kabur.

“Eitsss, mau kemana lu, homo?” Raka dengan segenap tenaga menahan bagian depan motor aerox milik Sahur.

“Bukan urusan lo, brengsek. Minggir!” sahut Sahur.

“Gua liat-liat, makin deket aja lu sama mantan gua” Raka menarik paksa kunci motor yang tak sempat Sahur selamatkan duluan. Raka menyimpan kunci motor tersebut di saku celana jeans nya.

“Turun” bengis Raka.

Raka menatap Sahur dengan penuh kebencian, namun tetap bersikap santai.

“Lu harus ikut balapan satu lawan satu sama gua. Tunjukin kalo lu beneran laki-laki”

“Nggak. Gue harus pulang. Gue sibuk” ucap Sahur pendek. Menambah kemurkaan Raka.

“Lu yakin nggak mau ikut tantangan dari gua? Kalo lu menang, silahkan ambil Aruna. Disamping itu, gua nggak akan mengusik lu lagi. Gimana? Ini tawaran yang menguntungkan buat lu. Be smart

Sahur menatap Raka tajam. “Aruna bukan barang taruhan”

Okay then, gua bakal sebar info tentang pacar homo lu. Anak arsi kampus sebelah right?. Gua juga gak akan semudah itu biarin lu bernafas dengan tenang di kampus” Raka melontarkan smirk menakutkan.

Sahur berpikir keras. Berkali-kali Ia menelan ludah. Jelas dia menimbang-nimbang resiko dari balapan ini. Akan tetapi, disisi lain jika tidak dituntaskan sekarang, mau sampai kapan Sahur hidup dalam bayang-bayang Raka terus menerus. Ia sudah lelah dengan semua perlakuan buruk yang didapatkan.

“Oke. Kita balapan. Tapi lu harus tepatin semua kata-kata lu” ujar Sahur penuh penekanan.

Fine. Tapi kalau gua menang, lu harus turutin semua kemauan gua” tegas Raka.

“Apa? Kemauan lu apa?”

“Nanti. Lu bakal tau sendiri. Penentuan ada di menang atau kalah nya kita berdua”


Ntah kemana Sahur dibawa oleh rombongan bermotor ini. Hari menunjukkan pukul 22.39, harusnya kini Sahur sedang bersantai dengan Mahen di rumah.

Jarak demi jarak ditempuh, sampai pada akhirnya mereka semua sampai di jalanan kosong tak beraspal, belakang stasiun kereta api. Tempat nya gelap tak ada penerangan sama sekali, penuh semak, ditambah track yang cukup berlumpur dan becek, bisa dikatakan tempat ini jauh dari pemukiman.

“Dimana sirkuit nya?”

“Kita balapan disini” jawab Raka pendek. “Tuker motor lu sama motor temen gua”

“Lah? Ga ada di perjanjian tukar-tukar motor gini. Lagian motor gue bisa kok dibawa race

“Gak sepadan sama motor gua. Aerox lu matic, motor gua CBR” Raka menginterupsi teman nya. “Tukar!”

Terlambat. Sahur sudah masuk dalam permainan Raka, dan tidak bisa mundur, semua sudah terlanjur.

“Tapi─ ” Sahur cepat-cepat menelan kembali kata-kata nya. Nasi sudah menjadi bubur. Mau tak mau, suka tidak suka, Ia harus meladeni tantangan ini.

Saking gelap nya lingkungan sekitar, pencahayaan hanya didapat dari cahaya lampu sorot motor masing-masing dari mereka dan juga flash ponsel.

Sahur menggigit bibir nya. Ia harus menang. Harus.

Balapan pun dimulai. Salah seorang teman Raka menyalakan flash ponsel sebagai penanda mulai nya pertandingan.

“READY?” teriak lelaki tersebut seraya menatap Raka dan Sahur secara bergantian.

Sahur menatap Raka, lalu membuka helm fullface-nya. “Garis finish nya dimana? Ini tempat nggak ada pencahayaan sama sekali. Track nya gak kebaca di gua!”

“Lu tinggal ikutin jalur nya! Gausah banyak bacot anjing! Jadi balapan atau nggak?!” ujar Raka naik pitam.

Sahur kembali fokus ke jalanan lengang nan gelap itu. Jantung nya berdegup kencang. Sungguh, kini Ia merasa menyesal mengiyakan taruhan Raka.

Raka melontarkan pandangan pada teman nya sebagai kode mulai nya pertandingan.

“ONE.....”

Sahur meremat kuat tuas gas motor.

“TWO....”

Raka dengan segenap rencana busuk nya tersenyum senang seolah tau bahwa kemenangan ada dipihak nya.

“THREE....”

Teman Raka spontan mengangkat flash ponsel ke arah langit malam yang pekat.

“GO!!!”

Raka dan Sahur melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Kabut yang ditimbulkan dari gesekan tanah dan ban tak dapat dipungkiri, membuat pandangan masing-masing dari mereka buram.

Sementara itu Sahur mempimpin dengan kecepatan tinggi meninggalkan Raka dibelakang nya. Lantas Raka dengan segala rencana busuk yang telah Ia siapkan tersenyum jahat.

Tiba-tiba saat hendak melewati tikungan, ban motor milik Sahur berdecit nyaring dan meledak pecah seiring melambat nya laju motor. Sahur pun bermanuver menepi ke sisi semak untuk menghindari kubangan didepan sana.

Di kesempatan ini lah Raka menyalip Sahur dan sengaja menendang keras motor Sahur. Tendangan keras itu sukses merobohkan motor CBR itu hingga terjatuh ke semak-semak belukar.

Sahur panik bukan main. Ia tidak dapat melihat apa-apa. Gelap gulita. Motor CBR milik teman Raka mati total. Samar-samar Sahur melihat ke arah cahaya yang berasal dari lampu motor Raka melaju sampai ke garis yang sudah ditentukan.

“Curang! Pasti motor atau lintasan nya sengaja di sabotase!” monolog Sahur.

Sahur berjalan setengah pincang menuju garis finish, terdapat cidera di kaki nya, sembari mendorong motor. Jelas Ia kalah dari Raka.

Sampainya di garis finish, Sahur melempar kasar helm fullface ke arah salah seorang teman Raka.

“LO CURANG, NGENTOT!! MAKSUD LU APA TENDANG MOTOR GUE TADI?????” teriak Sahur tepat di hadapan wajah Raka.

“Loh? Ada buktinya gua main curang? Ada saksi? Lu jangan fitnah. Kalah mah terima aja”

“HALAH GAUSAH PLAYING VICTIM! BUKTINYA GUA JATOH! KAKI GUA LUKA!” cecar Sahur lagi.

Salah seorang teman Raka maju dan mendorong Sahur menjauh dari hadapan Raka. “Bacot lu santai! Ngga usah ngegas! Kalah mah kalah aja!”

Sahur melempar keras kunci motor tadi ke arah Raka. “BRENGSEK! LU BRENGSEK!”

Kini Sahur dikelilingi oleh teman-teman Raka, termasuk dirinya. “Ini artinya lu kalah dong ya? Lu harus turutin perintah gua”

#Enigma; Keenan.

Enigma (n.) Seseorang atau sesuatu yang misterius, membingungkan, dan sulit dipahami.

Saat semua orang sudah tertidur, Keenan memilih tetap terjaga di teras depan kediaman sahabat nya. Menghisap rokok bersama Sahur, bertemankan gitar dan dua cangkir kopi kapal api melengkapi.

Sepulang acara makan-makan di kediaman Zuhri, bukan nya pulang, Keenan masih ingin nongkrong. Menurut nya terlalu cepat untung pulang. Kondisi rumah kelewat lengang.

Mami yang notabene seorang wanita karir jarang ada dirumah. Inilah nasib anak tunggal dan punya Ibu seorang Single Moms, selalu saja kesepian.

Kini Keenan menyambar secangkir kopi, setelah menyesap habis 2 batang rokok. “Kopi buatan Calya, nggak ada dua nya. Selalu juara”

“Bisa aje kunyuk. Sono jadian sama Calya” kekeh Sahur.

“Ga minat pacaran gua” jawab Keenan lagi.

Bohong. Gua mau nya jadian sama lu batin Keenan menyaut.

Sahur sendiri menatap Keenan sahabat nya lekat-lekat. “Lu ga niat buat punya rumah tangga kedepan nya? Gua liat-liat lu ga pernah nunjukin cewe lu ke gua”

Lu orang nya. Gua mau berumah tangga sama lu saut batin Keenan lagi.

“Masa depan aman, privilege dimana mana. Kurang ratu nya, iya kan?”

Gimana kalo gua mau nya pangeran? jawab batin Keenan.

Hening. Hanya ada suara petikan gitar.

“Soal Ratu bisa dicari. Urusan hati bisa nanti-nanti. Ga pernah nunjukin ke elu wanita yang gua mau, bukan berarti gua ga punya pegangan kan?” ini jawaban paling tepat. Keenan tak mungkin menghancurkan apa yang telah diri nya bangun selama ini.

Sahur mengangguk. “Mantap. Sukses terus sahabat”

Keenan mengangguk sebagai jawaban. Terdengar melankolis memang, tapi ini ada nya. Keenan enggan menggugurkan pertahanan diri nya sendiri. Keenan memilih untuk bertahan dengan kondisi perasaan ditekan sedalam mungkin.

Keenan menyalakan pemantik dan membakar cerutu. “Gua selalu percaya.....”

“Cinta itu kata kerja. Bukan kata sifat atau pun kata benda. Gua ga pernah ngomong kalo gua sayang ke orang yang gua sayang, tapi kalau dia butuh gua, saat itu juga gua ada untuk dia. Dalam situasi apapun itu”

Keenan menghembuskan kepulan asap dari bibir tipis nya. “Tapi untuk sebagian orang, itu semua nggak cukup. Karena mereka terpaku pada apa yang mereka dengar dan lihat, bukan apa yang mereka rasa”

“Bahkan, Mami gua sendiri pun gagal mencintai gua balik sebagai anak nya, hanya karna gua gak pernah bilang I love you too ke dia” Keenan tertawa kecil.

“Gue harap lu dapetin yang terbaik, Nan” sahut pria yang Keenan sayangi sambil melempar senyum.

I hope too Keenan tersenyum pahit.

Langit tak pernah sekelabu malam itu. Selaras dengan warna hati Keenan, yang entah sampai kapan menutup perasaan nya rapat-rapat.

Moga-moga Sahur paham betul akan apa yang Keenan sampaikan.

#Enigma; Keenan.

(n.) Seseorang atau sesuatu yang misterius, membingungkan, dan sulit dipahami.

Saat semua orang sudah tertidur, Keenan memilih tetap terjaga di teras depan kediaman sahabat nya. Menghisap rokok bersama Sahur, bertemankan gitar dan dua cangkir kopi kapal api melengkapi.

Sepulang acara makan-makan di kediaman Zuhri, bukan nya pulang, Keenan masih ingin nongkrong. Menurut nya terlalu cepat untung pulang. Kondisi rumah kelewat lengang.

Mami yang notabene seorang wanita karir jarang ada dirumah. Inilah nasib anak tunggal dan punya Ibu seorang Single Moms, selalu saja kesepian.

Kini Keenan menyambar secangkir kopi, setelah menyesap habis 2 batang rokok. “Kopi buatan Calya, nggak ada dua nya. Selalu juara”

“Bisa aje kunyuk. Sono jadian sama Calya” kekeh Sahur.

“Ga minat pacaran gua” jawab Keenan lagi.

Bohong. Gua mau nya jadian sama lu batin Keenan menyaut.

Sahur sendiri menatap Keenan sahabat nya lekat-lekat. “Lu ga niat buat punya rumah tangga kedepan nya? Gua liat-liat lu ga pernah nunjukin cewe lu ke gua”

Lu orang nya. Gua mau berumah tangga sama lu saut batin Keenan lagi.

“Masa depan aman, privilege dimana mana. Kurang ratu nya, iya kan?”

Gimana kalo gua mau nya pangeran? jawab batin Keenan.

Hening. Hanya ada suara petikan gitar.

“Soal Ratu bisa dicari. Urusan hati bisa nanti-nanti. Ga pernah nunjukin ke elu wanita yang gua mau, bukan berarti gua ga punya pegangan kan?” ini jawaban paling tepat. Keenan tak mungkin menghancurkan apa yang telah diri nya bangun selama ini.

Sahur mengangguk. “Mantap. Sukses terus sahabat”

Keenan mengangguk sebagai jawaban. Terdengar melankolis memang, tapi ini ada nya. Keenan enggan menggugurkan pertahanan diri nya sendiri. Keenan memilih untuk bertahan dengan kondisi perasaan ditekan sedalam mungkin.

Keenan menyalakan pemantik dan membakar cerutu. “Gua selalu percaya.....”

“Cinta itu kata kerja. Bukan kata sifat atau pun kata benda. Gua ga pernah ngomong kalo gua sayang ke orang yang gua sayang, tapi kalau dia butuh gua, saat itu juga gua ada untuk dia. Dalam situasi apapun itu”

Keenan menghembuskan kepulan asap dari bibir tipis nya. “Tapi untuk sebagian orang, itu semua nggak cukup. Karena mereka terpaku pada apa yang mereka dengar dan lihat, bukan apa yang mereka rasa”

“Bahkan, Mami gua sendiri pun gagal mencintai gua balik sebagai anak nya, hanya karna gua gak pernah bilang I love you too ke dia” Keenan tertawa kecil.

“Gue harap lu dapetin yang terbaik, Nan” sahut pria yang Keenan sayangi sambil melempar senyum.

I hope too Keenan tersenyum pahit.

Langit tak pernah sekelabu malam itu. Selaras dengan warna hati Keenan, yang entah sampai kapan menutup perasaan nya rapat-rapat.

Moga-moga Sahur paham betul akan apa yang Keenan sampaikan.

#Enigma; Keenan.

Saat semua orang sudah tertidur, Keenan memilih tetap terjaga di teras depan kediaman sahabat nya. Menghisap rokok bersama Sahur, bertemankan gitar dan dua cangkir kopi kapal api melengkapi.

Sepulang acara makan-makan di kediaman Zuhri, bukan nya pulang, Keenan masih ingin nongkrong. Menurut nya terlalu cepat untung pulang. Kondisi rumah kelewat lengang.

Mami yang notabene seorang wanita karir jarang ada dirumah. Inilah nasib anak tunggal dan punya Ibu seorang Single Moms, selalu saja kesepian.

Kini Keenan menyambar secangkir kopi, setelah menyesap habis 2 batang rokok. “Kopi buatan Calya, nggak ada dua nya. Selalu juara”

“Bisa aje kunyuk. Sono jadian sama Calya” kekeh Sahur.

“Ga minat pacaran gua” jawab Keenan lagi.

Bohong. Gua mau nya jadian sama lu batin Keenan menyaut.

Sahur sendiri menatap Keenan sahabat nya lekat-lekat. “Lu ga niat buat punya rumah tangga kedepan nya? Gua liat-liat lu ga pernah nunjukin cewe lu ke gua”

Lu orang nya. Gua mau berumah tangga sama lu saut batin Keenan lagi.

“Masa depan aman, privilege dimana mana. Kurang ratu nya, iya kan?”

Gimana kalo gua mau nya pangeran? jawab batin Keenan.

Hening. Hanya ada suara petikan gitar.

“Soal Ratu bisa dicari. Urusan hati bisa nanti-nanti. Ga pernah nunjukin ke elu wanita yang gua mau, bukan berarti gua ga punya pegangan kan?” ini jawaban paling tepat. Keenan tak mungkin menghancurkan apa yang telah diri nya bangun selama ini.

Sahur mengangguk. “Mantap. Sukses terus sahabat”

Keenan mengangguk sebagai jawaban. Terdengar melankolis memang, tapi ini ada nya. Keenan enggan menggugurkan pertahanan diri nya sendiri. Keenan memilih untuk bertahan dengan kondisi perasaan ditekan sedalam mungkin.

Keenan menyalakan pemantik dan membakar cerutu. “Gua selalu percaya.....”

“Cinta itu kata kerja. Bukan kata sifat atau pun kata benda. Gua ga pernah ngomong kalo gua sayang ke orang yang gua sayang, tapi kalau dia butuh gua, saat itu juga gua ada untuk dia. Dalam situasi apapun itu”

Keenan menghembuskan kepulan asap dari bibir tipis nya. “Tapi untuk sebagian orang, itu semua nggak cukup. Karena mereka terpaku pada apa yang mereka dengar dan lihat, bukan apa yang mereka rasa”

“Bahkan, Mami gua sendiri pun gagal mencintai gua balik sebagai anak nya, hanya karna gua gak pernah bilang I love you too ke dia” Keenan tertawa kecil.

“Gue harap lu dapetin yang terbaik, Nan” sahut pria yang Keenan sayangi sambil melempar senyum.

I hope too Keenan tersenyum pahit.

Langit tak pernah sekelabu malam itu. Selaras dengan warna hati Keenan, yang entah sampai kapan menutup perasaan nya rapat-rapat.

Moga-moga Sahur paham betul akan apa yang Keenan sampaikan.

#Enigma; Keenan.

Saat semua orang sudah tertidur, Keenan memilih tetap terjaga di teras depan kediaman sahabat nya. Menghisap rokok bersama Sahur, bertemankan gitar dan dua cangkir kopi kapal api melengkapi.

Sepulang acara makan-makan di kediaman Zuhri, bukan nya pulang, Keenan masih ingin nongkrong. Menurut nya terlalu cepat untung pulang. Kondisi rumah kelewat lengang.

Mami yang notabene seorang wanita karir jarang ada dirumah. Inilah nasib anak tunggal dan punya Ibu seorang Single Moms, selalu saja kesepian.

Kini Keenan menyambar secangkir kopi, setelah menyesap habis 2 batang rokok. “Kopi buatan Calya, nggak ada dua nya. Selalu juara”

“Bisa aje kunyuk. Sono jadian sama Calya” kekeh Sahur.

“Ga minat pacaran gua” jawab Keenan lagi.

Bohong. Gua mau nya jadian sama lu batin Keenan menyaut.

Sahur sendiri menatap Keenan sahabat nya lekat-lekat. “Lu ga niat buat punya rumah tangga kedepan nya? Gua liat-liat lu ga pernah nunjukin cewe lu ke gua”

Lu orang nya. Gua mau berumah tangga sama lu saut batin Keenan lagi.

“Masa depan aman, privilege dimana mana. Kurang ratu nya, iya kan?”

Gimana kalo gua mau nya pangeran? jawab batin Keenan.

Hening. Hanya ada suara petikan gitar.

“Soal Ratu bisa dicari. Urusan hati bisa nanti-nanti. Ga pernah nunjukin ke elu wanita yang gua mau, bukan berarti gua ga punya pegangan kan?” ini jawaban paling tepat. Keenan tak mungkin menghancurkan apa yang telah diri nya bangun selama ini.

Sahur mengangguk. “Mantap. Sukses terus sahabat”

Keenan mengangguk sebagai jawaban. Terdengar melankolis memang, tapi ini ada nya. Keenan enggan menggugurkan pertahanan diri nya sendiri. Keenan memilih untuk bertahan dengan kondisi perasaan ditekan sedalam mungkin.

Keenan menyalakan pemantik dan membakar cerutu. “Gua selalu percaya.....”

“Cinta itu kata kerja. Bukan kata sifat atau pun kata benda. Gua ga pernah ngomong kalo gua sayang ke orang yang gua sayang, tapi kalau dia butuh gua, saat itu juga gua ada untuk dia. Dalam situasi apapun itu”

Keenan menghembuskan kepulan asap dari bibir tipis nya. “Tapi untuk sebagian orang, itu semua nggak cukup. Karena mereka terpaku pada apa yang mereka dengar dan lihat, bukan apa yang mereka rasa”

“Bahkan, Mami gua sendiri pun gagal mencintai gua balik sebagai anak nya, hanya karna gua gak pernah bilang “I love you too” ke dia” Keenan tertawa kecil.

“Gue harap lu dapetin yang terbaik, Nan” sahut pria yang Keenan sayangi sambil melempar senyum.

I hope too Keenan tersenyum pahit.

Langit tak pernah sekelabu malam itu. Selaras dengan warna hati Keenan, yang entah sampai kapan menutup perasaan nya rapat-rapat.

#Syair tak beraksara.

Hujan berintensitas cukup tinggi siang ini tak membuat semangat Mahen luntur untuk melanjutkan cucian. Kali ini Mahen tidak mau duduk manis saja, menikmati hasil jerih payah Biru dan Mama yang bekerja keras di catering.

Mahen mencoba berusaha semaksimal mungkin, walaupun hasil nya belum seberapa. Mahen mencamkan pada diri sendiri, Ia tak akan menyerah kalah pada takdir dan juga penyakit menyebalkan ini. Semua pasti ada jalan nya.

Mencuci dan terus mencuci. Tanpa sadar cucian kotor hanya menipis sedikit, sisa nya masih mengantri untuk direndam. Mahen menghela nafas, ternyata masih banyak.

Tangan Mahen yang tadinya sibuk mengucek-ucek sprei langsung terhenti ketika samar terdengar ketukan pelan dari arah pintu luar. Mungkin itu Mama dan Biru? Tapi kenapa cepat sekali kembali nya? Padahal hujan kian deras.

“Yaaa, sebentar” teriak Mahen dari belakang rumah sambil membilas tangan di air mengalir.

Itu Sahur. Ia berdiri dengan kondisi setengah basah terguyur hujan di ambang pintu mengenakan payung, lalu cealana jeans nya Ia gulung selutut dan tak lupa senyum secerah mentari yang Sahur lontarkan.

“Astagfirullah, Saa. Kenapa basah basah begini? Kesini naik apa? Mana motor lu? Kenapa gak diantar Keenan?” ucap Mahen khawatir.

“Dari kampus kesini jalan kaki sendirian. Lumayan seru lah. Udah lama ga ujan-ujanan” sahut Sahur santai sembari menutup payung nya yang basah.

Tercengang, Mahen membantu Sahur mengusak-usak rambut nya yang lembab. “Jauh anjir Sa. Gila ya lu?”

“Iya. Gila karna elu”

“Taik” kekeh Mahen.

Mahen mempersilahkan Sahur masuk kerumah nya. Sudah bukan rahasia lagi ketika rumah salah satu dari mereka sedang kosong, disitulah saat nya mereka melepas rindu dan pilu. Namun situasi nya kini berbeda, Ayah dan Bunda Sahur sedang dirumah sakit menjaga Calya. Sedangkan Mama dan Biru lagi diluar, mengurus cucian dan catering.

Awal nya, Mahen perintahkan Sahur untuk duduk menunggu didapur setidaknya satu kloter cucian Mahen selesai. Namun, yang namanya Sahur tak akan tahan jika duduk diam saja tanpa memberi pertolongan.

Sahur berjalan menyusul Mahen kebelakang Rumah, tempat Mahen mencuci. “Mahen, ini cucian siapa? Banyak banget”

“Ini cucian pelanggan nya Mama” jawab Mahen singkat.

“Sejak kapan Mama lu buka laundry?”

“Baru baru ini”

Sahur mengedarkan netra ke kain-kain rendaman diember besar. Lalu balik memandangi Mahen yang berpeluh-peluh mengucek gorden menggunakan tangan.

“SI KAMPRET. NGAPAIN DI INJEK????????? KAIN ORANG INI BUKAN KAIN GUA” tanya Mahen spontan.

Sahur tak menghiraukan omongan Mahen, secara runtut Ia fokus menginjak kain rendaman berisi gorden tersebut.

“YA LU KERJA NYA LAMA ANJING. SAMPE MEGALODON BERANAK MONYET JUGA GA BAKAL HABIS! UDAH DIEM! MENDING IKUTIN CARA GUA! KALO DI INJEK NI GORDEN BAKALAN BERSIH SENDIRI! NOH LIAT AIR KOTOR NYA” jelas Sahur sambil menunjuk air rendaman yang menghitam.

“KALO RUSAK GIMANA NJING?”

“GA AKAN RUSAK. PERCAYA SAMA GUA! AYO BERDIRI!” Sahur mengulurkan tangan nya pada Mahen.

Benar saja, dengan kedua tangan yang saling bertaut satu sama lain, Mahen dan Sahur tertawa lepas sembari menginjak injak kain gorden tersebut.

Ditengah derasnya hujan, mereka bermain air, bermain busa, bermain plesetan, saling kejar mengejar satu sama lain. Intinya bersenang senang dengan cara yang sederhana.

Suara hati mereka bergema, melantunkan nada-nada.

Melagu tanpa berkata.

Irama hati mereka bernada, merayu tanpa bicara.

Melagu tanpa berkata seperti syair tak beraksara. Itulah mereka, dua anak adam yang berjuang melawan takdir. Membalut lara dengan gembira.

Hujan perlahan reda, pertanda pelangi tiba. Sahur girang bukan main, Ia tersenyum lega. Ini artinya pasti ada pelangi setelah badai kan? Untuk Mahen dan Sahur nanti nya?

“Ntu pelangi, cantik nya jadi nomor dua”

“Lah kenapa? Lengkung sempurna gitu” jawab Sahur tak terima.

“Yang didepan mata gua sekarang lebih cantik tuh” senyum jahil menghiasi wajah Mahen.

Sahur menghadiahi Mahen satu tendangan pada bokong nya.


Bibir Mahen tak kuasa membentuk senyuman saat Sahur turun dari lantai atas mengenakan baju kaos + sarung milik nya.

“Apa liat liat?” tanya Sahur jutek. Ia langsung duduk disamping Mahen yang baru saja selesai mandi di kamar mandi bawah.

Kini mereka tengah duduk santai diruang keluarga sambil menonton Upin & Ipin. Ya benar, tontonan anak bocah pukul 5 sore. Tak lupa Mahen sudah menggorengkan nugget untuk santapan mereka.

“Lu tau gak, sudah terhitung 5 kain sarung lu bersarang dirumah gue, saking sering nya gue pulang dari mari pake barang-barang lu. Kancut pun pake kancut elu, Mahen” kata Sahur sambil mencomot satu nugget bentuk hati.

“Iye. Tanda-tanda mau menikah ntar. Jadi kudu bisa saling berbagi barang satu sama lain”

“Gue gebuk lu”

“Gebuk pake cinta”

Sahur menutup wajah nya dengan dua telapak tangan. “MAHEN! SALTING ANJING”

“Oh iye. Kenapa gua chat ga dibales? Selingkuh lu?”

“Enak aje. Batrai gue low, alias mati total, males ngecharge. Cas nya juga tinggal diruangan Calya”

“Sono cas, pake casan gua. Nanti dicariin Calya, mampus lu”

“Iye juga. Bentar gue ke atas dulu” lantas Sahur bergegas kembali ke kamar Mahen untuk mengisi daya ponsel.

Sementara itu, beberapa notifikasi panggilan tak terjawab dari Keenan kini menjadi perhatian Mahen. Tumben Keenan telepon sampai berkali-kali.

“Halo?” ucap Keenan disebrang sana.

“Iye. Kenape, Nan?” tanya Mahen.

“Sahur sama lu, kan? Jawab jujur”

“Iye. Kenape tuh? Anaknya balik dari ngampus langsung main di mari”

“Bagus. Gua ada pesan buat lu, tolong alihin perhatian Sahur sebaik mungkin, biar dia ga buka Twitter untuk sekarang ini” tersirat kekhawatiran dari suara Keenan.

“Lah. Kenapa? Twitter si Sahur kenapa?”

Keenan menjelaskan segalanya disebrang sana.

Mahen memilih bungkam. Hal seperti yang diceritakan Keenan tak dapat terhindarkan.

Sampai pada akhirnya Sahur turun dari atas, selesai mencharge ponsel. Mahen akan mengalihkan perhatian Sahur dari ponsel sebisa nya.

Kekuatan bahu Mahen pun tak bisa terelakkan. Pertahanan Sahur runtuh. Sekitar 30 menit menonton Upin & Ipin, kesadaran Sahur seolah lenyap tersihir bahu lebar milik Mahen, tempat favorite nya bersandar. Ini juga faktor begadang menjaga Calya berhari hari dirumah sakit.

Mahen mengecup pelan pucuk kepala kekasih nya. “Saa, makasih ya. Lu kuat, lu hebat”

Mahen menggenggam tangan Sahur.

“Gua berharap, kalau nanti suatu hal yang tak di inginkan terjadi dan gua harus melepas tautan tangan gua dari lu. Tolong jangan ada lagi kesedihan yang tersisa untuk cantik nya gua, tolong semesta bermurah hati untuk jiwa kuat ini. Beri dia kekuatan dan keberanian untuk membuka lembaran baru nanti nya, tanpa atau ada nya gua di sisi dia”

#Nestapa.

Sahur memilih untuk tetap tinggal dengan kondisi yang semakin drop.

Keenan diminta oleh Sahur menunggu didalam mobil. Figur bersurai coklat itu tak mau Keenan menyaksikan diri nya memuntahkan seluruh isi perutnya dibelakang mobil.

Geram, Keenan bergegas turun dan menyiapkan satu botol air mineral untuk menenangkan Sahur yang tengah muntah sembari menangis. Bodoh nya Keenan, mengapa Ia patuh akan permintaan konyol Sahur.

Ada sesuatu yang luluh lantak dihati Sahur, kepingan kepingannya seolah merujam seluruh tubuh, membuat Sahur meringkuk dibalik mobil, memeluk kedua kaki menahan lara yang bahkan Sahur sendiri tak bisa ingat kenangan masa lalunya.

Segala emosi yang sengaja Sahur tutup rapat-rapat selama ini, kini memuncak, bergejolak, beriak-riak seiring tangisan mulai membasahi pipi nya.

Keenan berjongkok menyamakan posisi, mengangkat wajah Sahur pelan, melirik nya lalu mengusap air mata Sahur dengan ibu jari nya.

“Kita pergi dulu, nanti balik lagi. Kita cari tempat makan terdekat. Abis muntah pasti laper”

Sahur masih sesenggukan. Isak nya belum berhenti, bahkan semakin jadi. Sahur merunduk, kuat tangan nya memeluk kedua kaki nya. “Nan, sakit”

“Kenapa Bunda sekasar itu? Gue bahkan gak inget, gue ini kenapa? Gue anak siapa? Kenapa gue menyimpang? Kenapa suka nya sama sesama jenis?”

Sahur memukul kepala nya berkali kali. Sakit.

Keenan susah payah menghentikan Sahur, lantas hati nya pun tak sekuat itu. Keenan menangis pilu.

“Iya. Udah ya?” ujar Keenan. Tangan nya beralih mengusap punggung Sahur.

“Ini nggak adil, Nan. Gue bahkan gak tau siapa gue sebenarnya, gue gak ingat” timpa Sahur.

“Bagus nya gue mati aja”

“Gua bakal beneran marah kalo lu ngomong begitu lagi. Angkat dagu lu! Lu ini kuat! Lu udah sejauh ini berarti lu kuat! Gak semua orang sanggup jadi lu, Sahur”

Beberapa saat hening, Keenan masih mengusap punggung Sahur sampai diri nya tenang.

Pada akhirnya Keenan membantu Sahur berdiri. “Sekarang, kita pulang dulu. Susun baju-baju Calya trus nanti anter kesini lagi. Barusan Zuhri telepon, katanya motor lu udah dibawa pulang dari tempat ngajar. Sekarang, Mahen nungguin lu di rumah”

Seketika Sahur sadar, setidak nya Ia punya Mahen. Lalu mengiyakan ajakan Keenan untuk pulang.


Sesampai nya di rumah, Keenan dan Sahur mendapati Mahen sedang duduk termenung diteras.

Sadar akan suara mobil, Mahen pun beranjak dari duduk nya lalu menghampiri Sahur. Sahur langsung menghambur diri ke pelukan Mahen.

Untuk sekarang, ini yang Sahur mau timbang mengisi perut nya.

Mahen menatap Keenan bertanya-tanya. “Kenapa?”

Keenan mengangguk. “Bunda nya bikin ulah lagi”

Kini Sahur sudah ditangan Mahen. Sahur terlihat sangat lega dipelukan Mahen.

Kini Keenan terdiam, melihat pemandangan didepan nya. Begitu berarti kah seorang Mahen untuk Sahur?

Pasti.

Karena Keenan hanyalah figuran. Bukan pemeran utama.