Sahur memilih untuk tetap tinggal dengan kondisi yang semakin drop.
Keenan diminta oleh Sahur menunggu didalam mobil. Figur bersurai coklat itu tak mau Keenan menyaksikan diri nya memuntahkan seluruh isi perutnya dibelakang mobil.
Geram, Keenan bergegas turun dan menyiapkan satu botol air mineral untuk menenangkan Sahur yang tengah muntah sembari menangis. Bodoh nya Keenan, mengapa Ia patuh akan permintaan konyol Sahur.
Ada sesuatu yang luluh lantak dihati Sahur, kepingan kepingannya seolah merujam seluruh tubuh, membuat Sahur meringkuk dibalik mobil, memeluk kedua kaki menahan lara yang bahkan Sahur sendiri tak bisa ingat kenangan masa lalunya.
Segala emosi yang sengaja Sahur tutup rapat-rapat selama ini, kini memuncak, bergejolak, beriak-riak seiring tangisan mulai membasahi pipi nya.
Keenan berjongkok menyamakan posisi, mengangkat wajah Sahur pelan, melirik nya lalu mengusap air mata Sahur dengan ibu jari nya.
“Kita pergi dulu, nanti balik lagi. Kita cari tempat makan terdekat. Abis muntah pasti laper”
Sahur masih sesenggukan. Isak nya belum berhenti, bahkan semakin jadi. Sahur merunduk, kuat tangan nya memeluk kedua kaki nya. “Nan, sakit”
“Kenapa Bunda sekasar itu? Gue bahkan gak inget, gue ini kenapa? Gue anak siapa? Kenapa gue menyimpang? Kenapa suka nya sama sesama jenis?”
Sahur memukul kepala nya berkali kali. Sakit.
Keenan susah payah menghentikan Sahur, lantas hati nya pun tak sekuat itu. Keenan menangis pilu.
“Iya. Udah ya?” ujar Keenan. Tangan nya beralih mengusap punggung Sahur.
“Ini nggak adil, Nan. Gue bahkan gak tau siapa gue sebenarnya, gue gak ingat” timpa Sahur.
“Bagus nya gue mati aja”
“Gua bakal beneran marah kalo lu ngomong begitu lagi. Angkat dagu lu! Lu ini kuat! Lu udah sejauh ini berarti lu kuat! Gak semua orang sanggup jadi lu, Sahur”
Beberapa saat hening, Keenan masih mengusap punggung Sahur sampai diri nya tenang.
Pada akhirnya Keenan membantu Sahur berdiri. “Sekarang, kita pulang dulu. Susun baju-baju Calya trus nanti anter kesini lagi. Barusan Zuhri telepon, katanya motor lu udah dibawa pulang dari tempat ngajar. Sekarang, Mahen nungguin lu di rumah”
Seketika Sahur sadar, setidak nya Ia punya Mahen. Lalu mengiyakan ajakan Keenan untuk pulang.
Sesampai nya di rumah, Keenan dan Sahur mendapati Mahen sedang duduk termenung diteras.
Sadar akan suara mobil, Mahen pun beranjak dari duduk nya lalu menghampiri Sahur. Sahur langsung menghambur diri ke pelukan Mahen.
Untuk sekarang, ini yang Sahur mau timbang mengisi perut nya.
Mahen menatap Keenan bertanya-tanya. “Kenapa?”
Keenan mengangguk. “Bunda nya bikin ulah lagi”
Kini Sahur sudah ditangan Mahen. Sahur terlihat sangat lega dipelukan Mahen.
Kini Keenan terdiam, melihat pemandangan didepan nya. Begitu berarti kah seorang Mahen untuk Sahur?
Pasti.
Karena Keenan hanyalah figuran. Bukan pemeran utama.