apricothyuck

Syair

#Syair tak beraksara.

Hujan berintensitas cukup tinggi siang ini tak membuat semangat Mahen luntur untuk melanjutkan cucian. Kali ini Mahen tidak mau duduk manis saja, menikmati hasil jerih payah Biru dan Mama yang bekerja keras di catering.

Mahen mencoba berusaha semaksimal mungkin, walaupun hasil nya belum seberapa. Mahen mencamkan pada diri sendiri, Ia tak akan menyerah kalah pada takdir dan juga penyakit menyebalkan ini. Semua pasti ada jalan nya.

Mencuci dan terus mencuci. Tanpa sadar cucian kotor hanya menipis sedikit, sisa nya masih mengantri untuk direndam. Mahen menghela nafas, ternyata masih banyak.

Tangan Mahen yang tadinya sibuk mengucek-ucek sprei langsung terhenti ketika samar terdengar ketukan pelan dari arah pintu luar. Mungkin itu Mama dan Biru? Tapi kenapa cepat sekali kembali nya? Padahal hujan kian deras.

“Yaaa, sebentar” teriak Mahen dari belakang rumah sambil membilas tangan di air mengalir.

Itu Sahur. Ia berdiri dengan kondisi setengah basah terguyur hujan di ambang pintu mengenakan payung, lalu cealana jeans nya Ia gulung selutut dan tak lupa senyum secerah mentari yang Sahur lontarkan.

“Astagfirullah, Saa. Kenapa basah basah begini? Kesini naik apa? Mana motor lu? Kenapa gak diantar Keenan?” ucap Mahen khawatir.

“Dari kampus kesini jalan kaki sendirian. Lumayan seru lah. Udah lama ga ujan-ujanan” sahut Sahur santai sembari menutup payung nya yang basah.

Tercengang, Mahen membantu Sahur mengusak-usak rambut nya yang lembab. “Jauh anjir Sa. Gila ya lu?”

“Iya. Gila karna elu”

“Taik” kekeh Mahen.

Mahen mempersilahkan Sahur masuk kerumah nya. Sudah bukan rahasia lagi ketika rumah salah satu dari mereka sedang kosong, disitulah saat nya mereka melepas rindu dan pilu. Namun situasi nya kini berbeda, Ayah dan Bunda Sahur sedang dirumah sakit menjaga Calya. Sedangkan Mama dan Biru lagi diluar, mengurus cucian dan catering.

Awal nya, Mahen perintahkan Sahur untuk duduk menunggu didapur setidaknya satu kloter cucian Mahen selesai. Namun, yang namanya Sahur tak akan tahan jika duduk diam saja tanpa memberi pertolongan.

Sahur berjalan menyusul Mahen kebelakang Rumah, tempat Mahen mencuci. “Mahen, ini cucian siapa? Banyak banget”

“Ini cucian pelanggan nya Mama” jawab Mahen singkat.

“Sejak kapan Mama lu buka laundry?”

“Baru baru ini”

Sahur mengedarkan netra ke kain-kain rendaman diember besar. Lalu balik memandangi Mahen yang berpeluh-peluh mengucek gorden menggunakan tangan.

“SI KAMPRET. NGAPAIN DI INJEK????????? KAIN ORANG INI BUKAN KAIN GUA” tanya Mahen spontan.

Sahur tak menghiraukan omongan Mahen, secara runtut Ia fokus menginjak kain rendaman berisi gorden tersebut.

“YA LU KERJA NYA LAMA ANJING. SAMPE MEGALODON BERANAK MONYET JUGA GA BAKAL HABIS! UDAH DIEM! MENDING IKUTIN CARA GUA! KALO DI INJEK NI GORDEN BAKALAN BERSIH SENDIRI! NOH LIAT AIR KOTOR NYA” jelas Sahur sambil menunjuk air rendaman yang menghitam.

“KALO RUSAK GIMANA NJING?”

“GA AKAN RUSAK. PERCAYA SAMA GUA! AYO BERDIRI!” Sahur mengulurkan tangan nya pada Mahen.

Benar saja, dengan kedua tangan yang saling bertaut satu sama lain, Mahen dan Sahur tertawa lepas sembari menginjak injak kain gorden tersebut.

Ditengah derasnya hujan, mereka bermain air, bermain busa, bermain plesetan, saling kejar mengejar satu sama lain. Intinya bersenang senang dengan cara yang sederhana.

Suara hati mereka bergema, melantunkan nada-nada.

Melagu tanpa berkata.

Irama hati mereka bernada, merayu tanpa bicara.

Melagu tanpa berkata seperti syair tak beraksara. Itulah mereka, dua anak adam yang berjuang melawan takdir. Membalut lara dengan gembira.

Hujan perlahan reda, pertanda pelangi tiba. Sahur girang bukan main, Ia tersenyum lega. Ini artinya pasti ada pelangi setelah badai kan? Untuk Mahen dan Sahur nanti nya?

“Ntu pelangi, cantik nya jadi nomor dua”

“Lah kenapa? Lengkung sempurna gitu” jawab Sahur tak terima.

“Yang didepan mata gua sekarang lebih cantik tuh” senyum jahil menghiasi wajah Mahen.

Sahur menghadiahi Mahen satu tendangan pada bokong nya.


Bibir Mahen tak kuasa membentuk senyuman saat Sahur turun dari lantai atas mengenakan baju kaos + sarung milik nya.

“Apa liat liat?” tanya Sahur jutek. Ia langsung duduk disamping Mahen yang baru saja selesai mandi di kamar mandi bawah.

Kini mereka tengah duduk santai diruang keluarga sambil menonton Upin & Ipin. Ya benar, tontonan anak bocah pukul 5 sore. Tak lupa Mahen sudah menggorengkan nugget untuk santapan mereka.

“Lu tau gak, sudah terhitung 5 kain sarung lu bersarang dirumah gue, saking sering nya gue pulang dari mari pake barang-barang lu. Kancut pun pake kancut elu, Mahen” kata Sahur sambil mencomot satu nugget bentuk hati.

“Iye. Tanda-tanda mau menikah ntar. Jadi kudu bisa saling berbagi barang satu sama lain”

“Gue gebuk lu”

“Gebuk pake cinta”

Sahur menutup wajah nya dengan dua telapak tangan. “MAHEN! SALTING ANJING”

“Oh iye. Kenapa gua chat ga dibales? Selingkuh lu?”

“Enak aje. Batrai gue low, alias mati total, males ngecharge. Cas nya juga tinggal diruangan Calya”

“Sono cas, pake casan gua. Nanti dicariin Calya, mampus lu”

“Iye juga. Bentar gue ke atas dulu” lantas Sahur bergegas kembali ke kamar Mahen untuk mengisi daya ponsel.

Sementara itu, beberapa notifikasi panggilan tak terjawab dari Keenan kini menjadi perhatian Mahen. Tumben Keenan telepon sampai berkali-kali.

“Halo?” ucap Keenan disebrang sana.

“Iye. Kenape, Nan?” tanya Mahen.

“Sahur sama lu, kan? Jawab jujur”

“Iye. Kenape tuh? Anaknya balik dari ngampus langsung main di mari”

“Bagus. Gua ada pesan buat lu, tolong alihin perhatian Sahur sebaik mungkin, biar dia ga buka Twitter untuk sekarang ini” tersirat kekhawatiran dari suara Keenan.

“Lah. Kenapa? Twitter si Sahur kenapa?”

Keenan menjelaskan segalanya disebrang sana.

Mahen memilih bungkam. Hal seperti yang diceritakan Keenan tak dapat terhindarkan.

Sampai pada akhirnya Sahur turun dari atas, selesai mencharge ponsel. Mahen akan mengalihkan perhatian Sahur dari ponsel sebisa nya.

Kekuatan bahu Mahen pun tak bisa terelakkan. Pertahanan Sahur runtuh. Sekitar 30 menit menonton Upin & Ipin, kesadaran Sahur seolah lenyap tersihir bahu lebar milik Mahen, tempat favorite nya bersandar. Ini juga faktor begadang menjaga Calya berhari hari dirumah sakit.

Mahen mengecup pelan pucuk kepala kekasih nya. “Saa, makasih ya. Lu kuat, lu hebat”

Mahen menggenggam tangan Sahur.

“Gua berharap, kalau nanti suatu hal yang tak di inginkan terjadi dan gua harus melepas tautan tangan gua dari lu. Tolong jangan ada lagi kesedihan yang tersisa untuk cantik nya gua, tolong semesta bermurah hati untuk jiwa kuat ini. Beri dia kekuatan dan keberanian untuk membuka lembaran baru nanti nya, tanpa atau ada nya gua di sisi dia”