#Taruhan.

Sepulang mengantar Aruna ke rumah, Sahur tiba-tiba dicegat oleh segerombol lelaki bermotor. Sahur berdecak kesal. Dia ogah jika harus berurusan dengan Raka dan teman-teman nya.

Raka turun dari motor menghampiri Sahur yang bersiap untuk angkat kaki dari tempat tersebut.

“Eitsss, mau kemana lu, homo?” Raka dengan segenap tenaga menahan bagian depan motor aerox milik Sahur.

“Bukan urusan lo, brengsek. Minggir!” sahut Sahur.

“Gua liat-liat, makin deket aja lu sama mantan gua” Raka menarik paksa kunci motor yang tak sempat Sahur selamatkan. Raka menyimpan kunci motor tersebut di saku celana jeans nya.

“Turun” bengis Raka.

Raka memandangi Sahur dengan tatapan berapi-api.

“Lu harus ikut balapan satu lawan satu sama gua. Tunjukin kalo lu beneran laki-laki”

“Nggak. Gue harus pulang. Gue sibuk” tukas Sahur, menambah kemurkaan Raka.

“Lu yakin nggak mau ikut tantangan dari gua? Kalo lu menang, silahkan ambil Aruna. Disamping itu, gua nggak akan mengusik lu lagi. Gimana? Ini tawaran yang menguntungkan buat lu. Be smart

Sahur menatap Raka tajam. “Aruna bukan barang taruhan”

Okay then, gua bakal sebar info tentang pacar homo lu. Anak arsi kampus sebelah right?. Gua juga gak akan semudah itu biarin lu bernafas dengan tenang di kampus nantinya” Raka melontarkan smirk menakutkan.

Sahur berpikir keras, dirinya terdiam dan mata nya menerawang. Berkali-kali Ia menelan ludah. Jelas Sahur menimbang-nimbang resiko dari balapan ini. Akan tetapi, disisi lain jika tidak dituntaskan sekarang, mau sampai kapan Sahur hidup dalam bayang-bayang Raka terus menerus. Ia sudah lelah dengan semua perlakuan buruk yang didapatkan.

“Oke. Kita balapan. Tapi lu harus tepatin semua kata-kata lu” ujar Sahur penuh penekanan.

Fine. Kalau gua menang, lu harus turutin semua kemauan gua” tegas Raka.

“Apa? Kemauan lu apa?”

“Nanti. Lu bakal tau sendiri. Penentuan ada di menang atau kalah nya kita berdua”


Ntah kemana Sahur dibawa oleh rombongan bermotor ini. Hari menunjukkan pukul 22.39, harusnya kini Sahur sedang bersantai dengan Mahen di rumah.

Jarak demi jarak ditempuh, akhirnya mereka semua sampai di jalanan kosong tak beraspal, belakang stasiun kereta api. Tempat kelam pekat tak ada penerangan, penuh semak, pohon besar dimana-mana, ditambah track yang cukup berlumpur dan becek, bisa dikatakan tempat ini jauh dari pemukiman. Tak lupa juga jauh dari kata layak untuk dijadikan arena balapan, melihat dari sisi medan yang lumayan terjal.

Sahur mengerutkan kening. “Dimana sirkuit nya?”

“Kita balapan disini” jawab Raka pendek. “Tuker motor lu sama motor temen gua”

“Lah? Ga ada di perjanjian tukar-tukar motor gini. Lagian motor gue bisa kok dibawa race

“Gak sepadan sama motor gua. Aerox lu matic, motor gua CBR”

Raka menginterupsi teman nya cepat. “Tukar!”

Terlambat. Sahur sudah masuk dalam tipuan Raka, dan tidak bisa mundur, semua sudah terlanjur. Nasi sudah menjadi bubur.

“Tapi─ ” Sahur cepat-cepat menelan kembali kata-kata nya. Mau tak mau, suka tidak suka, Ia harus meladeni tantangan ini.

Saking kelam nya lingkungan sekitar, pencahayaan hanya didapat dari cahaya lampu sorot motor masing-masing mereka dan juga flash ponsel.

Sahur menggigit bibir nya. Ia harus menang. Harus.

Balapan pun dimulai. Salah seorang teman Raka menyalakan flash ponsel sebagai penanda mulai nya pertandingan.

“READY?” teriak lelaki tersebut seraya menatap Raka dan Sahur secara bergantian.

Sahur menatap Raka, lalu membuka helm fullface-nya. “Garis finish nya dimana??? Ini tempat nggak ada pencahayaan sama sekali. Track nya gak kebaca di gua!”

“Lu tinggal ikutin jalur nya! Gausah banyak bacot, anjing! Jadi balapan atau nggak?!” ujar Raka naik pitam.

Sahur kembali fokus ke jalanan yang lengang, gelap nan pekat didepan nya. Jantung nya berdegup kencang. Sungguh, Ia menyesal mengiyakan taruhan Raka.

Raka melontarkan pandangan pada teman nya sebagai kode mulai nya pertandingan.

“ONE.....”

Sahur meremat kuat tuas gas motor.

“TWO....”

Raka bersama segenap rencana busuk nya tersenyum senang, seolah tau bahwa kemenangan berpihak padanya.

“THREE....”

Teman Raka spontan mengangkat flash ponsel ke arah langit malam.

“GO!!!”

Raka dan Sahur melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Kabut yang ditimbulkan dari gesekan tanah dan ban tak dapat dipungkiri, alhasil pandangan masing-masing dari mereka berdua buram.

Sementara itu ditengah-tengah langit bergemuruh serta merta melahirkan guntur berlarut-larut, Sahur mempimpin dengan kecepatan tinggi meninggalkan Raka dibelakang. Demikian Raka dan rencana busuk yang telah Ia siapkan tersenyum jahat.

Sontak saat hendak melewati tikungan tajam, ban motor milik Sahur berdecit nyaring dan meledak pecah seiring melambat nya laju motor. Sahur pun bermanuver menepi ke sisi semak untuk menghindari kubangan berdiameter cukup besar dan terlihat dalam didepan sana.

Di kesempatan ini lah Raka menyalip Sahur, setelahnya sengaja menendang keras motor Sahur. Tendangan keras itu sukses merobohkan pertahanan Sahur hingga terjatuh ke semak-semak belukar.

Sahur panik bukan main. Ia tidak dapat melihat apa-apa. Pandangan sekitar kelam legam. Motor CBR milik teman Raka mati total. Samar-samar Sahur menatap cahaya yang berasal dari lampu motor Raka. Raka telah melaju sampai ke garis final.

“Curang! Ni motor atau lintasan nya sengaja di sabotase!” monolog Sahur geram.

Sahur berjalan setengah pincang menuju garis finish, terdapat cidera di kaki nya, sembari mendorong motor. Jelas Ia kalah dari Raka.

Sampainya di garis finish, Sahur melempar kasar helm fullface ke arah Raka.

“LO CURANG, NGENTOT!! MAKSUD LU APA TENDANG MOTOR GUE TADI?????” teriak Sahur tepat di hadapan wajah Raka.

“Loh? Ada buktinya gua main curang? Ada saksi? Lu jangan fitnah. Kalah mah terima aja”

“HALAH GAUSAH PLAYING VICTIM! BUKTINYA GUA JATOH! KAKI GUA LUKA! BAN MOTOR NYA JUGA PASTI UDAH DI SABOTASE ATAU LINTASAN NYA DITANAMI PAKU” cecar Sahur lagi.

Salah seorang teman Raka maju dan mendorong Sahur menjauh dari hadapan Raka. “Congor lu santai! Ngga usah ngegas! Kalah mah kalah aja! Dasar homo!”

Sahur melempar keras kunci motor tadi ke arah Raka. “BULLSHIT! LU CURANG RAKA! THIS IS UNFAIR!” Dadanya naik turun saking emosinya.

Kini Sahur dikelilingi oleh teman-teman Raka, termasuk dirinya. “Ini berarti, lu kalah dong ya? Lu harus turutin perintah gua”

BIG NO! Jangan harap gua turutin kemauan lu. Lu curang!” teriak Sahur dongkol.

Ekspresi Raka berubah. Tatapan nya mengintimidasi Sahur. “Lu laki kan? Omongan lu bisa dipegang, nggak? Jelas-jelas fakta nya lu kalah dalam balapan ini”

“Sekarang, sebagai hukuman. You gave a blow job to him” dengan santai Raka menunjuk salah seorang teman nya. “Didepan gua, sekarang!”

Nggak. Sahur tidak serendah dan sedungu itu untuk dengan mudah nya menuruti titah Raka barusan.

Sahur mengambil langkah mundur perlahan ke arah motor nya. “Gimana kalau gua nggak mau, anjing?” tantang Sahur.

Raka menggeram rendah. “Sialan. Berani nya lu berkilah atas perintah gua!”

Perlahan tapi pasti, Sahur berjalan mundur mencoba menggapai motor nya untuk kabur. Sial nya Sahur, Ia tersandung batu besar hingga jatuh terduduk ditanah.

Teman Raka paham, gerak-gerik Sahur lalu berkomentar. “Lu mau kabur, hah? Rak, dia mau kabur!!!”

Sigap jemari Sahur menggapai segenggam besar pasir, melempar nya ke arah Raka dan teman-teman nya tepat mengenai mata. Sahur menggunakan peluang dengan baik, tepat pada perkiraan. Kemudian Sahur tancap gas meninggalkan segerombol lelaki sinting tersebut. Tentu saja Sahur tak akan bermurah hati menyerahkan seluruh harga diri nya.

“ARGHHHH!!! SHIT! KEJAR!” teriak Raka lantang. Kala dirinya sibuk berkutat dengan mata perih akibat pasir lemparan Sahur.

Was-was namun percaya diri, Sahur menerka-nerka jalanan asing yang semakin ditelusuri semakin tinggi semaknya. Ntah lah dimana ujung dari jalan bertanah ini, Sahur harus segera sampai di jalan raya sebelum gerombolan lelaki tidak waras itu menangkap nya.

Tikungan demi tikungan Sahur lewati, jantung nya berdetak keras, wajah nya pucat pasi, keringat mengucur deras, cidera pada kaki nya semakin parah. Di satu sisi, Sahur sebenarnya tidak takut dengan Raka. Mungkin jika satu lawan satu Sahur bisa menyanggupi Raka, namun kali ini berbeda, Raka dengan rombongan nya dan Sahur menghadapi itu semua sendirian. Kalah telak di jumlah. Ketimbang bunuh diri dengan melawan mereka, lebih baik Ia kabur menyelamatkan diri untuk sekarang. Itu yang terpenting.

Bukan nya jalan raya yang Sahur dapati, jalanan bertanah ini malah membawa dirinya pada gerbang belakang stasiun kereta api. Mungkin kah Sahur salah jalan sehingga ujung dari jalanan kelam tersebut adalah gerbang belakang stasiun kereta api?

Sahur meninjau keberadaan rombongan Raka ke belakang yang bergerak semakin mendekat. “*Fuck!!! Gue harus apa???”

Rombongan Raka meneriakkan nama Sahur berkali-kali, akan tetapi Sahur tak menghiraukan nya. Ia memarkirkan motor didekat gerbang belakang stasiun kereta api, lantas memberanikan diri untuk masuk kedalam lorong gelap dihadapan nya.

Sahur sengaja tak menggunakan flash ponsel, baterai nya sekarat akibat di mainkan Aruna seharian. Satu-satu nya cara adalah meminta pertolongan pada........

Keenan. Untuk saat ini.